Pengalaman Peserta Program Internship ITB-KAIST 2023, Stay Dua Bulan di Korea Selatan
Sabtu, 12 Agustus 2023, peserta program Internship ITB-KAIST 2023 kembali ke Indonesia setelah menjalani internship di KAIST selama dua bulan. Program internship ini sendiri merupakan program kerja sama antara Fisika ITB dengan KAIST. Setiap tahunnya, Fisika ITB mengirimkan sejumlah mahasiswanya untuk menjalani internship di beberapa lab KAIST untuk melakukan riset kecil. Namun untuk tahun ini, program internship dilaksanakan di musim panas agar tidak mengganggu kegiatan perkuliahan peserta.
Peserta Internship ITB-KAIST 2023 ini berjumlah delapan mahasiswa Fisika ITB yang terdiri dari Fatihah Jaza Aufa, Arkananta Rasendriya, Gita Amelia Marianto Limbong, Annisa Sri Wardifa, Ermas Hidayati, Muhammad Reza Fahriyansyah, Maynardo Pratama Soegianto, dan Akhmad William Imanudin. Berbeda dengan proses seleksi untuk program internship KAIST pada umumnya, seperti Summer KAI-X Research Internship, seleksi peserta di program studi Fisika ITB dilaksanakan oleh internal Fisika ITB. Hal ini disebabkan adanya relasi antara Fisika ITB dan KAIST yang cukup dekat sehingga KAIST memberi kepercayaan pada Fisika ITB untuk melakukan seleksi secara mandiri. Adapun terkait pengurusan visa dan paspor dilakukan oleh peserta secara individu. Sementara tiket keberangkatan dan kepulangan telah disediakan oleh pihak KAIST.
Ketua Program Studi S1 Fisika ITB dan Dekan FMIPA ITB turut membersamai keberangkatan peserta dan mendampingi peserta selama beberapa hari di KAIST sebelum kembali ke Indonesia. KAIST merupakan universitas di Korea Selatan yang berfokus pada riset dan dibawahi langsung oleh Kementerian Riset Korea (berbeda dengan universitas lain yang dibawahi Kementerian Pendidikan). Hal ini membuat KAIST memiliki fasilitas yang sangat mendukung untuk keperluan riset, seperti internet, jurnal, buku, dan peralatan lab. Peserta program Internship pun merasa kagum dan puas dengan lengkapnya fasilitas KAIST.
Selama dua bulan, peserta internship tinggal di asrama atau dorm khusus mahasiswa KAIST yang telah disediakan oleh pihak KAIST. Transportasi menuju KAIST pun telah tersedia sehingga peserta merasa sangat terbantu untuk melaksanakan internship. Di KAIST, kedelapan peserta disebar di lab yang berbeda sesuai dengan hasil seleksi dan isian form di proses pendaftaran. Setiap lab memiliki kegiatan dan jam kerja yang berbeda-beda. Sebagian lab menjadwalkan progress report setiap hari tertentu, namun terdapat juga lab yang lebih fleksibel dalam hal kegiatan dan jam kerjanya.
Peserta mengaku sedikit kesulitan untuk beradaptasi di awal internship, terutama karena perbedaan logat dalam berbahasa Inggris dan iklim riset yang mendorong peserta untuk cermat dan cekatan dalam bekerja. Selain itu, peserta juga merasakan kendala untuk beradaptasi dengan lingkungan dan peralatan lab, seperti interface di beberapa komputer yang menggunakan hangeul (huruf Korea).
“Bahkan mereka nulis satuan kayak MW (megawatt) juga pakai hangeul,” tutur Maynardo.
Namun secara umum, peserta internship merasa tidak terlalu chaos selama menjalani internship. Mereka merasa enjoy selama dua bulan internship karena memiliki TA Teacher Assistant yang sangat suportif dan selalu siap membantu. Bahkan ketika awal bergabung di lab, peserta disambut dengan ramah disertai acara makan bersama. Rekan satu lab juga meskipun terkesan sangat individualis, namun tidak keberatan membantu menjelaskan ketika ditanya. Peserta mengungkapkan bahwa salah satu kunci untuk dapat beradaptasi dengan baik di sana adalah tidak malu bertanya saat tidak mengetahui sesuatu atau mengalami kesulitan. Peserta juga belajar mengenai keprofesionalan dalam bekerja dan ketepatan waktu dalm kehidupan sehari-hari.
“Di sana kalau lagi jadwalnya presentasi, bisa saling kritik habis-habisan. Tapi abis keluar dari ruang presentasi, bisa langsung ngobrol biasa lagi kayak biasa. Pakai bahasa Korea,” jelas Akhmad atau yang biasa dipanggil Awill.
Selain mengerjakan pekerjaan lab, peserta sering berkumpul untuk makan siang bersama di kantin kampus pada jam istirahat, juga jalan-jalan menikmati pemandangan dan suasana Negeri Ginseng di weekend. Transportasi publik yang menjangkau hampir semua tempat atau lokasi membuat peserta terkesan dan merasa nyaman ketika bepergian ke tempat publik. Namun salah satu kendala yang dialami adalah sedikit penduduk Korea Selatan yang dapat menggunakan Bahasa Inggris sehingga sedikit menyulitkan ketika berada tempat publik. Untuk menangani perbedaan bahasa ini, peserta menggunakan aplikasi penerjemah Papago yang mereka gunakan untuk menerjemahkan rute bus atau komposisi pada kemasan makanan. Peserta juga mengungkapkan apabila mengetahui bahasa Korea yang dapat digunakan sehari-hari mungkin dapat memudahkan keperluan selama berada di sana. “Atau paling nggak, belajar baca hangeul buat baca rute bus,” tambah Aufa. Namun ada juga beberapa tempat, terutama di area kampus, yang bersifat self-service sehingga tidak perlu menggunakan bantuan alat penerjemah apabila kasir atau pelayan tidak dapat berbahasa Inggris.
Untuk kebutuhan makan sehari-hari, peserta diberi biaya makan dari pihak KAIST. Namun peserta yang muslim merasa cukup kesulitan mencari makanan yang benar-benar halal di Daejeon karena harus teliti dalam membaca kemasan makanan. Peserta juga mengungkapkan bahwa kemasan makanan atau minuman halal dengan non-halal, seperti minuman beralkohol, tidak berbeda jauh sehingga perlu teliti dalam membaca tulisan yang tertera di kemasan.
Peserta internship memberikan saran kepada peserta Program Internship KAIST berikutnya untuk memilih visa dengan waktu stay yang lebih lama dari waktu stay seharusnya untuk menghindari overstay. Alih-alih membawa banyak baju, peserta menyarankan untuk membawa makanan yang dapat di-microware, perlengkapan mandi, dan skincare dari sebelum berangkat. Selain karena rasa makanan di Korea yang lebih plain dibanding makanan Indonesia, juga dapat mengurangi pengeluaran karena harga barang-barang tersebut, terutama sabun mandi dan sampo, cukup mahal. Selain itu, perlu untuk membawa obat-obatan dan perlengkapan hujan, seperti payung dan sandal karet, karena cuaca di awal musim panas belum begitu stabil (bisa hujan berhari-hari lalu sangat terik keesokan harinya). Peserta juga berpesan untuk lebih memperhatikan nilai tukar uang karena Korea mengikuti nilai tukar yang berubah tiap harinya serta menyiapkan cash untuk keperluan membeli e-money. “Kalau (kursnya) lagi turun, mending ambil cash yang banyak aja,” saran mereka. Serta yang terpenting adalah menyiapkan mental untuk dapat beradaptasi dengan baik di sana.