Enter your keyword

Pemetaan Radiasi Berbasis AR, Tim Fisika ITB Raih Runner-Up di Global Hackatom Indonesia 2025

Pemetaan Radiasi Berbasis AR, Tim Fisika ITB Raih Runner-Up di Global Hackatom Indonesia 2025

Mahasiswa Fisika ITB (tim awtom) yang berhasil menjadi runner-up dalam ajang Global Hackatom Indonesia 2025

Tim Awtom yang terdiri dari lima mahasiswa tingkat akhir Program Studi Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil meraih prestasi membanggakan sebagai Runner-Up dalam ajang Global Hackatom Indonesia 2025, sebuah kompetisi teknologi nuklir berskala nasional yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Tomsk Polytechnic University dan Rosatom Russia yang diselenggarakan di Politeknik Nuklir Yogyakarta.

Kompetisi ini bertujuan untuk mendorong partisipasi generasi muda Indonesia dalam inovasi teknologi nuklir yang aplikatif dan relevan dengan kebutuhan masa kini. Tim Awtom yang diketuai oleh Aziz Satrio, bersama anggota lainnya dari jurusan Fisika ITB, hadir dengan ide cemerlang berupa sistem pemetaan radiasi berbasis pathfinding dengan inovasi teknologi cloud computing dan Augmented Reality (AR).

Pada tahap awal kompetisi, Tim Awtom mengusung konsep pathfinding—yakni penentuan jalur optimal—berbasis parameter radiasi. Dengan memanfaatkan teknologi cloud computing, sistem ini dirancang agar dapat diakses melalui perangkat seluler sehingga fleksibel digunakan di lapangan tanpa perangkat berat.

“Awalnya kita kembangkan simulasi navigasi untuk menghindari paparan radiasi berdasarkan konsep kontur seperti ketika pengerjaan Research Based Learning (RBL) di mata kuliah yang pernah diambil,” jelas Aziz. “Namun, kita sesuaikan parameternya menjadi radiasi.”

Masukan dari para juri mendorong tim ini untuk terus menyempurnakan ide mereka. Di babak final, mereka menambahkan integrasi teknologi Augmented Reality (AR), menjadikan sistem tidak hanya fungsional tetapi juga interaktif dan informatif. Pengguna bisa melihat langsung visualisasi dosis radiasi di lingkungan sekitar secara real-time melalui layar ponsel.

Solusi yang ditawarkan Tim Awtom memiliki potensi besar untuk digunakan di berbagai fasilitas berbasis nuklir, seperti pada reaktor penelitian maupun reaktor daya. Dalam kondisi darurat seperti kebocoran radiasi, sistem ini dapat membantu operator memilih jalur evakuasi yang aman dengan minim paparan. Di sisi lain, dalam kondisi normal, aplikasi ini bisa berfungsi sebagai media edukasi interaktif untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap dosis radiasi di lingkungan sekitar.

Mengikuti lomba ini bukan tanpa tantangan. Tim Awtom mengaku mengalami pasang-surut emosi selama kompetisi. “Waktu diumumin jadi finalis seneng banget,” tutur Aziz. “Tapi sempat down juga karena ternyata topik finalnya cukup jauh dari topik awal yang kami siapkan. Tapi pas presentasi, alhamdulillah juri dan panelisnya sangat mengapresiasi, jadi semangat lagi.”

Keikutsertaan dalam Hackatom juga tidak lepas dari dorongan untuk mencoba hal baru menjelang akhir masa studi. “Sebenarnya motivasinya sederhana, kami sama-sama belum pernah ikut lomba sebelumnya dan ingin merasakan pengalaman itu sebelum lulus,” ujar Aziz. “Apalagi topik ini berkaitan langsung dengan kelompok keilmuan kami,”

Di akhir wawancara, Tim Awtom menyampaikan pesan sederhana namun kuat untuk rekan-rekan mahasiswa ITB, “Ternyata lomba nggak sesusah itu, rasanya kayak ngerjain tugas besar dari dosen, tapi dengan deadline lebih singkat aja, jadi jangan takut mencoba. Kalau dicoba, pasti bisa!”.

Salah satu tim lain yang ikut ambil bagian dalam perlombaan ini adalah Tim Imactor yang dipimpin oleh Sulthoniyyah yang juga mencapai tahap final. Dalam evaluasinya, Sulthoniyyah menekankan pentingnya mencari ide dan konsep yang lebih sederhana agar penyampaian karya timnya bisa lebih tepat sasaran.