ITB-Malaysia Dorong Kerjasama ABG (Academic, Business, Government) Untuk Sustainability

Pembicara dari Malaysia dan perwakilan Fisika ITB pada Acara International Joint Workshop ITB-Malaysia
Pada hari Selasa-Rabu 27-28 Mei 2025 bertempat di Prodi Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, diselenggarakan The 2nd International Joint Workshop ITB-Malaysia bertajuk “Physics of Earth and Sustainability 2025” dengan menghadirkan 16 Pembicara dari Malaysia mewakili ABG (Academic, Business, Government) dan diketuai oleh Dr. Acep Purqon dari Fisika ITB.
Pada kesempatan ini, hadir 16 pembicara dari Malaysia mewakili akademik adalah Dr. Muhammad Fathullah Al Haq, Dr. Khalilullah Amin Ahmad, Dr M. Wafiy Adli Ramli, Dr. M. Remy Rozainy, Dr. Wan Rahiman, Dr. Junaidah, dan Dr. M. Sharizal (dari Universiti Sains Malaysia , USM Malaysia), Dr. Norazwina Zai, Dr. Nurhafizah, Dr. Mohamad Shaiful, Dr. Nur fahriza, dan Dr . Khairul Anuar (dari Universiti Malaysia Pahang Al-Sultan Abdullah, UMPSA Malaysia), Moch Razif (Universiti Malaysia Sabah, UMS Malaysia) , Dr. M. Faizal (Universiti Teknologi MARA, UTM Malaysia). Lalu mewakili Industri adalah Adzli (B.Braun Medical Industries, Malaysia), dan mewakili Pemerintah adalah Dr. M. Rashid Radzi (Tenaga nasional).
Terkait akademik, perlunya kerjasama lebih erat terkait isu topik-topik bersama antara kedua negara bertetangga ini. Misal terkait pertanian Microbial remediation menurut Dr. Norazwina dalam paparan risetnya. Lalu menurut Dr. Nurhafizah, memaparkan pemanfaatan daun nenas yang berlimpah di Malaysia dan Indonesia sebagai nilai tambah pembuatan antena dan material untuk elektronik. Hal senada juga menurut Dr. Shaiful untuk pemanfaatan komposit keramik. Sementara itu Dr. Wafiy menyoroti pemanfaatan peta multispektral untuk peningkatan produksi pertanian padi yang berlimpah di kedua negara.
Terkait pemerintah dan kebijakan energi, misal oleh Dr. Radzi terkait Hybrid Hydro-Floating Solar Photovoltaic (HHFS) dan National Energy Transition Roadmap (NETR). Lalu terkait industri dan bisnis, bagaimana Kerjasama B2B (business to business) untuk beberapa pengembangan riset bisa dilakukan.
Dalam sambutannya Acep Purqon menjelaskan terkait posisi ITB sebagai ranking no 1 tahun 2024 terkait sustainability di Indonesia menurut QS world university rankings, maka menjadi tantangan tersendiri bagaimana peran itu menjadi pemacu peran lebih besar lagi di ASEAN. ASEAN adalah wilayah yang sangat strategis di masa depan sebagai pusaran emerging market. Namun potensi ini juga harus dibarengi dengan kesiapan SDGs (Sustainable Development Goals) di regional. Peran percepatan ekonomi berbasis inovasi maka penghelanya adalah di level universitas yang menghasilkan teknologi dan inovasi yang sudah mengadopsi sustainability. Oleh sebab itu pertemuan tahunan ini menjadi penting untuk mengeratkan pola kerjasama Indonesia-Malaysia. Kerjasama yang langgeng biasanya dikawal secara P2P (person to Person) yang tumbuh organik. Tumbuhnya semakin cepat jika feeder dari kampus ini bisa diserap oleh industri dan bisnis melalui mekanisme kebijakan pemerintah dan tata Kelola teknologi.
Pertemuan bertajuk Physics of Earth and Sustainability, mengingatkan bahwa penguasaan basic science menjadi kunci penguasaan teknologi di masa depan. Salah satu contoh stereotype alumni fisika yang bisa dijadikan benckmark adalah CEO Elon Musk dimana sebagai alumni Fisika juga mampu mengembangkan Perusahaan inovasi dengan berbagai jenis Perusahaan solarcity, Neuralink, OpenAI, DeepMind, SpaceX , Starlink, Tesla dll. Bagaimana Elon Musk sebagai alumni Fisika ini menjadi orang terkaya se-dunia karena keberhasilan mengkonversi riset menjadi inovasi yang luar biasa.
Lebih lanjut menurut Acep, penguasaan ilmu-ilmu dasar seperti fisika untuk kontribusi munculnya teknologi baru berkembang pesat di berbagai negara seperti perkembangan komputer kuantum, material maju, teknologi fotonik, fisika medis, teknologi kebumian, instrumentasi dan komputasi, AI, IoT juga permasalahan terkait bigdata pada ekonofisika dan sosiofisika. Semuanya menjadi lebih berdampak saat mempertimbangkan faktor sustainability. Satu hal penting lainnya, saat ini permasalahan semakin kompleks dan tidak lagi bisa diselesaikan dengan satu disiplin ilmu. Konsekuensinya, kolaborasi lintas disiplin dan multidisiplin menjadi keniscayaan. Terlebih di dunia global dimana dunia tanpa batas dan sekat lagi dan ASEAN adalah juga jawaban masa depan.

Foto Bersama Perwakilan Fisika ITB dan Pembicara dari Malaysia
Contact:
Dr. Acep Purqon
Fisika FMIPA ITB
Phone: 081221636620
Email: acep.purqon@itb.ac.id